SEMUA ADA SEBABNYA
Namaku
Imanuela Frida, biasa dipanggil Frida. Sekarang ini aku bersekolah di salah
satu SMK di Surabaya. Dari kecil aku
memang kelihatan manja, ya karena aku ini anak tunggal. Tapi semua itu berubah, semenjak kepergian
ayahku. Serangan jantung yang tak bisa
dicegah, membuatku kehilangan papaku untuk selamanya. Emosi mama sering tidak terkontrol, mungkin
mama belum terbiasa dengan hal ini, apalagi bila mama harus bekerja membanting
tulang untuk memenuhi semua kebutuhanku.
“Frida,
tadi pagi kamu lupa sama pesan mama ya? Mama suruh buang sampah malah nggak
dibuang, pakaian numpuk kayak gitu belum diantar ke laundry sampai sekarang.”
Kata mama mengagetkanku sewaktu aku masuk ke rumah.
“
Ya ampun ma. Aku tu baru pulang, udah disuruh ini itu, sebentar dong ma,aku kan
mau istirahat dulu.” Jawabku agak kesal.
“Kerjaan
mesti ditunda, nanti ujung-ujungnya nggak dikerjain.” Kata mama.
“Ahh….
Mama itu, ya ya ma… nanti aku kerjain” jawabku meninggalkan mama.
Aku
sebal, mama sekarang jadi sering marah, aku nggak salah pun selalu
dimarahin. Pernah aku cerita kepada
tanteku, tapi kata tanteku, hal itu wajar, dan harus ku maklumi, ya karena itu
tadi, mamaku banyak pikiran. Tapi kenapa
jika orangtua sedang banyak pikiran, yang kena imbas selalu anaknya? Huuuhhh….
Aku jadi sebal. Kalau sudah jam pulang
sekolah, aku biasanya ngobrol-ngobrol di sekolah dulu, aku malas kalau di rumah
disuruh ini itu, tugas sekolah kadang ketinggalan, belum lagi kalau dimarahin.
“Frida,
kamu kok belum pulang? Dah siang lho.” Tanya Fita.
“ah,
males. Paling di rumah kena marah mulu” jawabku.
“Kamu
jangan gitu,Da. Mungkin saja kamu memang
punya salah. Mama kamu sering negur
kamu, karena dia sayang sama kamu.” Kata Fita mencoba menenangkanku.
“Termasuk
nggak boleh main sama temen-temen? kegiatanku sehari- hari cuma di rumah dan
sekolah mulu. Bosen tahu nggak? Aku tu sudah besar, udah bisa jaga
diri.”jawabku.
Pulang
rumah, aku masuk ke kamar, ternyata mama sedang tidak ada di kamar, ternyata
sedang pergi ke tempat saudara. Ku ganti pakaianku dengan pakaian rumah, cuci
kaki, kemudian tidur.
“Frida!
Bagus ya, cucian banyak kayak gitu kamu malah enak-enakan tidur. Belum nyapu
pula.” Teriak mama mengagetkanku.
“Ya
ampun ma. Aku itu capek.” Jawabku kesal.
“Mama
memangnya nggak capek? Seharian kerja, pulang pergi belanja, masak” jawab mama.
“Ahhh….
Ya ya” jawabku kesal.
Aku
langsung keluar kamar, mengambil sapu, mama yang melihat kelakuanku itu menjadi
geram.
“Kalau
nggak niat, mending nggak usah disapu.” Kata mama.
“Halah,
terlanjur.” Jawabku meninggalkan mama.
“Sini
dulu, Da. Kamu kenaa sekarang jadi kurang ajar sama mama? Dulu waktu SMP kamu
nggak kayak gini. Semenjak kamu masuk ke SMK itu, kamu jadi nggak karuan gini kelakuannya.
Kumpulannya nggak bener” kata mama.
“
Tapi kenapa waktu aku masuk ke SMK itu, mama nggak ngelarang? Toh itu juga
bukan salah teman-teman. Mama aja yang berubah. Ma, aku itu iri dengan teman-
teman, mereka ke sekolah naik motor, punya BB, punya Android, punya laptop,
boleh pergi – pergi. Sedangkan aku? Di rumah, sekolah, rumah, sekolah, mana ada
hiburannya? Aku kira di rumah aku bisa nenangin diri, katanya rumahku surgaku,
tapi kalau begini, apa masih bisa disebut surga? Yang ada neraka,Ma.Neraka!!”
Teriakku.
Mama
menangis, ia berlari ke kamar dan menutup pintunya. Aku menyesal sudah
berbicara seperti itu. Aku keterlaluan. Akupun menangis. Ku mencoba mengetuk
pintu, kubuka pintu kamarku perlahan. Dengan menangis, aku mendekati mama.
“Ma…
Maafin aku, ma. Aku keterlaluan.” Kataku minta maaf.
“Da,
mama nggak bermaksud membuat kamu jadi terkekang di rumah, mama juga bukannya
nggak ngabulin permintaan kamu, tapi mama memang nggak bisa. Untuk membayar
uang sekolah kamu aja kesusahan,Nak. Asal kamu tau. Tabungan mama sudah habis,
maka dari itu mama nggak bisa nyewa pembantu untuk membantu kerjaan mama, mama
nggak bisa beliin kamu motor dan lain-lain. Juga uang sekolahmu, selama ini
yang membantu membayar itu tantemu” jawab mama.
Sontak,
aku langsung memeluk mama, tangisanku semakin kencang, aku tak bisa menahan
kesedihanku, penyesalan atas apa yang kulakukan kepada mama. Aku berdosa, aku
keterlaluan.
“Mama,
maafin aku ma. Aku.. aku udah berdosa banget sama mama. Aku janji, ma. Bakalan
merubah sikap dan sifatku, aku bakal lebih rajin membantu mama.” Kataku
dipelukan mama.
“ya,
Nak. Kamu sudah mama maafkan. Ingat ya nak, janji itu harus ditepati. Ya sudah,
sana kamu mandi dulu” kata mama menenangkanku.
“
ya ma. Aku mandi dulu ya” jawabku
Semejak
itu, aku mulai mengerti mama. Jika mama
menegurku, atau marah padaku, aku akan lebih bersabar, juga aku akan lebih
banyak membantu mama, sehingga pekerjaan mama menjadi ringan.